Terkadang,
hidup memang tidak selalu sejalan dengan apa yang kita harapkan dan impikan.
Adakalanya hidup yang kita jalani kadang terasa sulit. Ingin menyerah namun
masih banyak hal yang pantas untuk di perjuangkan. Di moment-moment tertentu mungkin kita juga pernah mengalami
saat-saat dimana kita merasa bahwa kita adalah manusia paling beruntung di bumi
ini, merasa bahwa tuhan benar-benar baik. Memberi kebahagiaan dan banyak cinta
untuk kita. Beginilah kehidupan, merasa bahagia dan sedih dalam satu waktu.
Hidup mengajarkan kita banyak hal. Mulai dari pahit manisnya yang harus kita
cicipi satu persatu, jatuh bangunnya yang selalu menuntut kita untuk tetap
berdiri tegak apapun rintangannya.
Namaku
Tanalin, hidup selama 15 tahun mengharuskanku untuk selalu bersyukur karena
tuhan benar-benar baik telah memberikanku kesempatan untuk merasakan banyak
sekali kebahagiaan di bumi ini. namun, belakangan ini aku merasa bahwa tuhan
sudah tidak mau lagi memihak kepadaku. Semua yang terjadi di dalam hidupku
terasa sangat menyakitkan. Berawal dari perceraian kedua orangtuaku 2 bulan yang
lalu. Pernah sekali aku bertanya pada ibu apa yang membuatnya ingin berpisah
dari ayah, dan ibu hanya menjawab.
“ayah dan ibu sudah
tidak cocok lagi. Makanya harus pisah. Ayah melakukan kesalahan yang
benar-benar membuat ibu menyerah”. Ucap ibu dengan mata yang berkaca-kaca waktu
itu. Sejujurnya aku memang tidak mengerti apa yang telah diperbuat oleh ayah
sampai-sampai ibu meminta cerai. Tapi, aku merasa apa yang telah dilakukan ayah
memang benar-benar membuat ibu kecewa.
Perpisahan
keduanya mengharuskan aku dan kedua adikku berpisah. Aku terpaksa harus tinggal
dengan ayah, sedangkan kedua adikku di bawa pergi oleh ibu yang saat ini aku
tidak tau lagi dimana keberadaannya. Satu hal yang aku ingat waktu itu, ibu
sempat mengatakan bahwa ia akan pindah ke rumah eyang di Jogja.
Kini,
1 tahun sudah ibu meninggalkanku. Jujur aku sangat merindukan ibu. Bukannya aku
tidak suka tinggal dengan ayah. Namun, ada beberapa hal yang tidak bisa ayah
lakukan sebaik ibu. Aku benar-benar merindukan keluarga yang utuh seperti dulu.
Beberapa
bulan kemudian, hal yang aku takutkan terjadi. Ayah mulai sering membawa wanita
lain kerumah. Ayah bilang wanita itu adalah calon ibu baru untukku. Sungguh,
aku benar-benar tidak menginginkan hal ini. aku takut setelah ini ayah berubah,
aku takut ayah lebih mementingkan wanita itu daripada aku. Dan satu hal lagi,
aku tidak ingin ada orang lain yang menggantikan posisi ibuku dirumah ini.
tapi, ayah sama sekali tidak mau mendengar ucapanku. Ayah selalu mengatakan
hal-hal yang sama sekali tidak mau aku dengar.
“kamu tenang aja tan,
wanita itu baik kok. Dia akan mengurusmu, memasakanmu makanan enak dan
mengajakmu jalan-jalan” rayu ayah kepadaku.
Tanpa
mendengar penolakan dariku, akhirnya ayah tetap melangsungkan pernikahannya dengan wanita yang sekarang sudah menjadi ibu
tiriku. Ia sudah mulai tinggal bersama kami. Dan kalian tahu? Ternyata wanita
ini memiiki seorang anak laki-laki dari mantan suaminya dulu dan sepertinya
umur anak ini lebih muda dariku.
Sehari
dua hari menjalani kehidupan dengan keluarga baru, semuanya tampak biasa saja. Awalnya
kukira ibu tiriku ini baik, tidak seperti sosok ibu tiri menyeramkan seperti
yang orang-orang katakan. Lambat laun, semuanya mulai terlihat, aku merasa
perlakuannya padaku mulai berubah. Setiap kali berhadapan denganku, ekspresi
wajahnya selalu memperlihatkan seperti tidak menyukaiku. Ia juga mulai memperlihatkan
sifat pilih kasihnya padaku. Setiap libur sekolah ibu tiriku selalu membawa
anaknya berjalan-jalan, sedangkan aku hanya berdiam diri dirumah. Tak jarang
pula tanpa rasa bersalah ia menyuruhku untuk membereskan pekerjaan rumah yang
belum sempat ia selesaikan. Dan parahnya lagi, ayahku seperti tidak
mempermasalahkan perlakuan ibu tiriku terhadapku. Ayahku seperti sudah tertutup
mata dan hatinya oleh semua sikap manis yang wanita itu berikan. Bahkan pernah sekali, ibu tiriku
menjelek-jelekkanku didepan ayahku dan yang membuatku sangat terpukul, ayahku
malah memarahiku habis-habisan, ayah begitu mudahnya mempercayai semua yang
wanita itu katakan. Kadang aku suka berpikir ingin kabur dari rumah pergi
sejauh-jauhnya dari tempat ini.atau mungkin aku bisa pergi menemui ibu di Jogja.
Ibu pernah membawaku kesana saat liburan akhir tahun untuk menemui eyang, jadi
sedikit banyaknya aku masih ingat jalan untuk menuju kesana. Namun, sekali lagi aku mencoba meyakinkan diri
bahwa masih ada tanggung jawabku disini yaitu sekolah dengan benar dan bisa
melanjutkan pendidikan sampai ke perguruan tinggi. Itulah impianku.
Setelah
kerja kerasku dan kesungguhanku dalam belajar, akhirnya aku bisa lulus dengan
nilai yang memuaskan. Dan yang paling membanggakan aku diterima di salah satu
universitas favorit yang sejak dulu aku impikan. Namun ucapan ayah saat itu
benar-benar membuatku jatuh sejatuh-jatuhnya.
“tan, sepertinya kamu
gak bisa lanjut ke perguruan tinggi”
“loh, kenapa yah?
Selama ini tana sudah sungguh-sungguh. Tana belajar mati-matian supaya bisa
masuk universitas” ucapku syok. Tak terasa aku mulai menangis. Bisa dibayangkan
betapa kecewanya aku terhadap ayah. Disaat dunia perkuliahan sudah didepan
mata, ayah tega menghancurkan semuanya. Membunuh semua harapan yang sudah aku
bayangkan jauh-jauh hari.
“adik tirimu mau masuk
SMA yang ada asramanya jadi tabungan ayah tidak cukup kalau harus membiayai
kalian berdua. Sekolah asrama kan mahal tan” ucap ayah terlihat putus asa.
“ayah dengan mudahnya
menuruti kemauan anak itu. Lagian dia masih SMA yah, kenapa harus memilih
sekolah yang terlalu mahal. Aku ini anak ayah, anak kandung ayah!” bentakku.
Aku semakin menangis
sejadi-jadinya, meneriaki ayahku sampai tenggorokanku sakit rasanya. Tapi aku
tidak peduli, hatiku jauh lebih sakit. Bagaiman bisa ayah lebih memilih anak
tirinya dibandingkan aku?
Tanpa
berpikir panjang, aku langsung mengemasi barang-barangku. Ya, satu-satunya
pilihanku adalah menemui ibu di jogja. Kuhitung uang tabunganku selama ini
semuanya ada sekitar 500.000 rupiah. Padahal uang ini adalah tabungan untuk
keperluan kuliahku nanti. Tapi apa mau dikata, rencanaku untuk bisa kuliah
sudah pupus. Kulangkahkan kaki keluar dari kamarku untuk segera menuju terminal.
Kulihat wajah ayah sejenak, mungkin bisa kutebak ayah sangat merasa bersalah kepadaku
karena ia tidak bisa menepati janjinya untuk bisa menyekolahkanku sampai ke
perguruan tinggi. Berkali-kali ayah memanggilku
“tan..tan kamu mau
kemana? tolong mengertilah posisi ayah sekarang ini. tunggulah sampai adikmu
tamat SMA ya” mohon ayah padaku. Mendengar ucapan ayah, kuputuskan untuk
berhenti sejenak dan membalikkan badanku untuk menghadap ayah.
“apa selama ini tana
kurang mengerti ayah? Ayah selalu mengutamakan anak itu dibanding tana. Kadang
tana bingung, siapa sebenarnya anak kandung ayah? Tana atau anak itu. Bahkan
ayah selalu memarahi tana tanpa alasan yang jelas. Ayah lebih mendengarkan
ucapan wanita itu dibanding tana” sambil menangis aku terus mengeluarkan apa
yang selama ini aku pendam. Aku berharap semoga setelah ini ayahku bisa lebih
terbuka lagi pikirannya bahwa selama ini, ibu tiriku lah yang memulai semua
permasalahan dirumah ini.
Sepanjang
ucapanku, ayahku hanya bisa tertunduk dan diam. Seperti memikirkan sesuatu.
Setelah kutarikkan nafas panjang, kuputuskan untuk kembali melangkahkan kaki
meninggalkan rumah ayah.
“tan.. ayah mohon
jangan pergi”
“oh satu lagi yah, jangan pernah menyebut anak itu
adalah adik tana karena dia bukan adikku” ucapku sambil menunjuk wajah adik
tiriku. Bagaimana bisa dia memasang wajah santainya disaat seperti ini? dasar
anak dan ibu sama-sama licik.
Setelah
sekitar satu setengah jam perjalananku,
akhirnya aku sudah duduk didalam mobil bus yang akan membawaku ke tempat ibu
dan adikku tinggal. Mungkin aku membutuhkan beberapa jam untuk bisa sampai
disana. Ini adalah pertama kalinya aku pergi menggunakan bus sendirian. Dulu,
selalu ada ibu dan ayah disampingku. Setelah sekian lama aku tidak pernah lagi
bepergian menggunakan bus akhirnya hari ini aku menaiki bus. Walaupun ada yang
berbeda, yaitu kali ini aku sendirian. Tanpa ayah dan ibu pastinya. Sepanjang
perjalanan aku terus saja kepikiran apa yang akan terjadi kepada ayah setelah
kejadian tadi? Apakah ia menyesal? Apa mungkin ia menyadari semua perilaku ibu
tiriku itu? Entahlah. Mungkin saat ini ibu tiriku sedang tersenyum bahagia
mengingat detik-detik kehancuranku tadi.
Aku
juga memikirkan ibu. Bagaimana kira-kira reaksinya nanti saat melihatku berdiri
didepan rumah eyang?. Setelah bertahun-tahun tidak bertemu ibu, apakah ibu
semakin bertambah tua? Ibu aku benar-benar merindukan ibu, apakah ibu juga
merindukanku? Hah, air mataku mengalir lagi. Memikirkan ibu selalu mampu
membuatku mengeluarkan air mata. Tapi, aku rasa kali ini air mata yang jatuh
adalah air mata bahagia karena sebentar lagi aku akan bertemu dengan sosok yang
selama ini benar-benar aku rindukan.
Setelah
perjalanan dari Jawa timur ke Sleman,Yogyakarta kutempuh. Akhirnya sampailah
aku disini, di depan rumah eyang. Kulihat rumah eyang masih sama seperti yang
kulihat terakhir kali. masih terasa
nyaman,banyak tanaman-tanaman hijau didepannya yang sangat memanjakan mata. Dan
tiba-tiba saja aku melihat Ahza dan Afrin disana. Mereka adalah adikku. Ibu
benar-benar mengurus mereka dengan baik. Terlihat dari pertumbuhan mereka yang
semakin tinggi dan sehat. Tanpa menunda lagi aku segera berlari menghampiri
mereka berdua.
“Ahza..Afrin..”panggilku
pelan
Mereka pun
menoleh,menatapku agak lama lalu menghambur ke pelukanku.
“kak tana, kami kangen
kakak”ucapan mereka lagi-lagi membuatku menangis, aku benar-benar merindukan
suara mereka. Tanpa kusadari sedari tadi ibu menatapku dengan mata yang
berkaca-kaca dengan senyuman kecil yang tercetak di bibirnya. Setelah
melepaskan pelukan kedua adikku, langsung saja aku memeluk ibuku dengan erat.
Tidak peduli apakah saat ini ibu sesak napas karena pelukanku terlalu erat. Aku
hanya ingin ibu tau bahwa aku sangat merindukannya.
“tana kok bisa ada
disini nak? Dimana ayah?” tanya ibuku sedikit panik.
Akhirnya
ibu memutuskan untuk mendengar semua ceritaku.ibu menuntunku untuk masuk ke
dalam rumah eyang. Ibu juga membuatkan segelas teh hangat untukku. Setelah
menyesap sedikit teh hangatku, akhirnya aku menceritakan semua yang terjadi
padaku. Mendengar ceritaku ibu malah menangis sesenggukan katanya ibu sangat
menyesal telah meninggalkanku.
“ibu salah, ibu enggak
pernah ninggalin tana. Ibu selalu ada di hati tana. Tana sadar mungkin memang
inilah jalan yang harus keluarga kita tempuh. Tana gak pernah menyalahkan ibu
dan ayah. Perceraian mungkin emang jalan terbaik buat ibu dan ayah. Dan tana
minta maaf kalau selama ini tana belum bisa jadi anak yang baik”
“ibu yang harusnya
minta maaf karena tidak bisa menyekolahkan tana sampai ke perguruan tinggi,
maaf karena kuliahmu harus tertunda. Ibu janji tahun depan kamu pasti bisa
kuliah nak. Ibu janji”
“gak papa kok bu kalo
tana gak kuliah, yang penting tana udah bareng sama ibu dan adik-adik. Oiya,
tana juga bisa bantu ibu berkebun kan” Ibu hanya tersenyum sambil mengelus-elus
puncak kepalaku. Walaupun masih ada sedikit rasa kecewa karena tidak bisa
melanjutkan sekolah sampai ke universitas. Tapi aku tetap bahagia bisa bertemu
ibu lagi. Toh, masih ada tahun depan untuk melanjutkan pendidikanku ke universitas.
Selama
tinggal di Jogja ternyata ibu lebih memilih berkebun, mulai dari menanam
sayuran dan lain-lain. dan penghasilan yang didapatkan ibu juga sudah cukup
untuk menghidupi kami. Aku juga sangat senang karena aku juga bisa membantu
menambah penghasilan dengan bekerja paruh waktu disebuah warung nasi yang tidak
jauh dari rumah. Setiap kali pulang kerja aku selalu menyempatkan diri untuk
bisa membantu ibu dikebun.
Tak
terasa penerimaan mahasiswa baru pun dimulai. Syukurlah aku diterima di salah
satu universitas ternama yang ada di Jogja. Ibu sangat gembira saat aku pulang
sambil membawa kabar gembira tersebut. Kerja kerasku dan ibu selama ini tidak
sia-sia. Akhirnya aku bisa kuliah. Terimakasih juga tuhan karena sudah membuat
skenario sehebat ini untukku. Berkat campur tangan engkau semuanya menjadi
sebahagia ini.