Sabtu, 24 April 2021

Tugas Analisis Berita (Vaksin Nusantara)

 

Kontroversi “Vaksin Nusantara”.

 

 

    Belakangan ini vaksin nusantara berhasil menarik perhatian dan menjadi konsumsi hangat publik. Seperti yang kita ketahui, vaksin nusantara adalah vaksin Covid-19 yang saat ini sedang mencoba dikembangkan dan rencananya akan di uji di indonesia.

Menurut sumber Tempo.co, sayangnya sejumlah epidemiolog mengkritik sikap tim peneliti vaksin nusantara yang diduga mengabaikan ketentuan yang berlaku dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sehingga uji klinis tersebut berjalan secara tidak steril. Hal ini dinilai sangat beresiko dan bisa membahayakan publik.

Tim peneliti vaksin nusantara yang diasuh langsung oleh mantan menteri kesehatan Terawan Agus Putranto ini sepertinya tidak mendengarkan peringatan yang dilayangkan dari BPOM. Mereka akan tetap melakukan uji klinis tahap II walaupun ditahap pertama mereka gagal mengantongi izin dari BPOM.

Dibalik banyaknya kontroversi yang terjadi  perihal vaksin nusantara ini, nyatanya banyak politikus maupun pejabat yang ikut berperan menjadi relawan vaksin nusantara. Mereka semua ikut serta untuk diambil sampel darahnya dan seterusnya akan diuji selama satu minggu kedepan. Mulai dari Siti Fadilah (mantan menteri kesehatan masa kepemimpinan SBY), Jenderal (purn) Gatot Nurmantyo (mantan panglima TNI), Aburizal Bakrie, dan lain-lain. sehingga banyak sekali isu-isu yang terdengar bahwasannya bisa jadi penelitian vaksin nusantara ini tidak luput dari drama-drama politik yang tidak kita ketahui kebenarannya.

Adapun yang menjadi perhatian publik selanjutnya ialah anggaran dana yang cukup besar yang dibutuhkan untuk melakukan uji klinis penelitian vaksin nusantara tersebut. Saat ini anggaran dana yang dibutuhkan sudah menyentuh angka RP29 Miliar bahkan masih bisa bertambah dan belum bisa dipastikan dana keseluruhan yang dibutuhkan sejak dilakukannya penelitian dari bulan oktober 2020 silam sampai akhir nanti.

Mengutip dari CNN Indonesia, benar bahwasannya penelitian tersebut didanai oleh negara, namun pada saat menteri terawan tidak menjabat lagi sebagai menteri kesahatan, anggaran tersebut sudah dihentikan sehingga dana yang digunakan belum sebanyak RP29 Miliar. Tidak bisa dipastikan berapa jumlah dana yang sudah mengalir akan tetapi, dana itu murni digunakan untuk membeli peralatan-peralatan yang dibutuhkan untuk penelitian vaksin nusantara tersebut.

Walaupun banyak sekali pro dan kontra terkait dengan adanya penelitian vaksin nusantara ini, kita harapkan semoga pandemi covid-19 ini bisa segera berlalu agar proses perekonomian maupun kesejahteraan rakyat bisa berjalan normal kembali.

Rabu, 21 April 2021

Jangan Pernah Lupa Darimana Kita Ada

 Pernah dengar kata-kata seperti ini tidak?

"kalau orangtua kaya anak jadi raja, kalau anak kaya orangtua merana".

    Mungkin dari kita ada yang masih kurang paham sama kata-kata diatas ya. singkatnya begini, banyak sekali kejadian yang kita lihat bahwasannya jika orangtua kaya maka anak-anaknya juga akan hidup dengan berkecukupan sedangkan jika anak yang kaya, banyak dari mereka melupakan jasa-jasa orangtuanya, mereka sibuk bergumul dengan kesibukan dunia dan menjadi lupa waktu, bahkan sekedar menanyakan kabar ibu bapak saja rasanya terlalu sia-sia.

Ya, terkadang memang suka tidak habis pikir terhadap apa yang mereka lakukan, apa yang ada didalam kepala mereka sehingga dengan mudahnya mereka melupakan darimana asal mereka, rumah mereka, tangan yang selalu ada dan tidak lelah-lelahnya berdoa untuk segala harap baik demi mereka anak-anaknya. setelah pengorbanan yang sebegitu banyaknya dan segala keinginan yang sudah dituruti sedari dini, mereka lupa bahwa tempat ternyaman untuk pulang adalah rumah sendiri, teman paling bijak didunia ya cuma bapak, dan pelukan terhangat ya cuma peluknya ibu.

Mereka kira apa? setelah berhasil, pulang kerumah asal juga rasanya seperti membuang waktu mereka sedangkan orangtua menanti harap dari rumah perihal kepulangan anak tercinta. 

Mungkin ini sebabnya diciptakan rasa sesal. penyesalan yang belum tampak hari ini tapi akan sangat menyakitkan ketika mereka mengalami nanti. kita akan paham kalau sudah merasa kehilangan bukan?

Harusnya kita tidak lupa bahwa dibalik kelancaran rezeki kita, disitu juga terdapat doa ibu bapak yang selalu memohon hal-hal baik untuk anaknya. bahkan tangis rindunya tidak pernah membuat mereka berhenti merapalkan harap-harap baiknya untukmu.

Semoga kita dijauhkan dari anak yang lupa terhadap orangtua ketika sudah sukses kelak, aminn.

"Jadilah Sinar Untuk Mereka Yang Mulai Redup"

 

Sembari menunggu datangnya malam. Kuputuskan untuk berjalan-jalan sejenak menikmati udara sore hari yang berbalut senja. Saat ini aku sedang berada di sebuah festival budaya Aceh yang rutin diadakan setahun sekali ini. dan tepat nanti malam, akan di adakan pertunjukan tari-tarian tradisional Aceh. Sepanjang jalan aku melihat bermacam-macam barang yang dijual disini. Mulai dari souvenir sampai makanan yang semuanya khas tradisional aceh. Mulai dari bros, kopiah, kain songket, sarung, perhiasan bahkan dodol khas Aceh pun ada.

Setelah puas mencuci mata. Tak terasa ternyata senja sudah berganti malam. Berarti sebentar lagi acara pertunjukan tari akan segera dimulai. Langsung saja aku bersiap-siap untuk mencari tempat duduk di sekitaran panggung.

Acaranya sudah dimulai. Aku benar-benar sangat terpukau menyaksikan tarian-tarian tradisional Aceh. Mulai dari tari ranup lampuan, tari saman, tari tarek pukat dan masih banyak lagi yang di tampilkan disini. Aku tidak menyangka, di balik kota kecil ini ternyata banyak sekali hal-hal yang patut kita banggakan. Mulai dari kesenian, adat istiadat dan budaya yang ada di Aceh ini semuanya sangat istimewa. itu semua yang membuat Aceh terlihat berbeda dengan provinsi  lain. kota kecil yang bisa menghasilkan generasi muda yang berprestasi dan kreatif.

“kerupuk..kerupuk..kerupuk..”

Seketika saja fokusku langsung tertuju kepada seorang pedagang kerupuk tersebut. Ternyata dia adalah seorang anak kecil yang bisa kutebak mungkin umurnya masih sekitar 7-8 tahunan. Bagaimana bisa anak sekecil itu berjualan kerupuk malam-malam begini? Namun, karena posisinya sudah semakin menjauh dariku, akupun mencoba kembali fokus pada pertunjukan tari tersebut.

Tepat pada pukul 9 malam, akhirnya acaranya pun berakhir. Langsung saja aku bergegas untuk kembali ke rumah. Namun, belum sempat aku melangkahkan kaki. Lagi-lagi anak kecil penjual kerupuk tadi berhasil mencuri perhatianku. Wajahnya terlihat sangat lesu. Ternyata kerupuk yang di tentengnya sedari tadi masih sangat banyak.

Tak menunggu lama akupun langsung menghampirinya.

“hai dek, berapaan kerupuknya?”

“seribu aja kak” jawabnya masih dengan wajah lesu.

“kalau gitu kakak beli 20 ribu aja deh”

Setelah mendengar ucapanku, wajahnya langsung berubah girang. Ia tampak senang. Langsung saja dia memasukkan kerupuk yang aku beli ke dalam kantong plastik.

“malam-malam gini kok masih jualan? Memangnya besok gak sekolah?”

“aku gak sekolah kak”

“loh emang umur kamu berapa?”

“delapan tahun”

“terus kenapa gak sekolah? Harusnya di umur delapan tahun itu kamu udah duduk di bangku sekolah dasar”

“kata ibu gak punya uang buat sekolah”

Jawaban yang membuatku miris. Lagi-lagi keterbatasan ekonomi yang jadi penyebab banyaknya anak-anak yang harus putus sekolah. Entah kenapa rasanya tiba-tiba aku ingin sekali berkunjung kerumahnya. Menyaksikan bagaimana keadaan adik kecil ini yang sebenarnya.

Aku masih tidak percaya di zaman yang sudah se-modern ini. ternyata masih ada saja orang tua yang tidak mampu menyekolahkan anaknya. Aku memberanikan diri untuk meminta izin kepada adik kecil yang ternyata bernama Aji ini. aku meminta izin agar dia bersedia membawaku kerumahnya.

Sepanjang perjalanan Aji bercerita tentang keinginannya bisa bersekolah seperti anak-anak lain. tapi mau bagaimana lagi, perekonomian keluarganya tidak mendukung. Tak terasa setelah aku berjalan sekitar 10 menit. Sampailah aku di sebuah rumah sederhana yang masih beralaskan tanah. Bisa dikatakan rumah yang ditempati aji sudah tidak layak huni. Langsung saja aku mengikuti langkah kaki aji untuk masuk kedalam rumahnya.

Orang tua aji ternyata sangat ramah padaku. Setelah berbincang-bincang sedikit, aku langsung menanyakan pertanyaan yang sedari tadi sudah mengganjal dipikiranku.

“buk, kalau saya boleh tau. Kenapa ibu gak menyekolahkan Aji?” tanyaku se-sopan mungkin agar tidak menyinggung perasaannya.

“tidak ada uang dek. Sehari-hari saya cuma mulung. Ayahnya pergi merantau dan tidak pulang-pulang sampai sekarang. Jangankan mengirim uang, mengirim kabar pun tidak. Untuk makan saja susah. Ya sudah, Aji saya suruh jualan kerupuk aja buat nambah penghasilan. Lagian kalaupun Aji sekolah tidak akan bisa menjamin apa-apa kan?”

“tapi sekolah itu sangat penting untuk Aji bu. Jualan kerupuk juga tidak bisa menjamin perekonomian keluarga ibu membaik kan?”

Ibunya hanya terdiam. Seperti tidak bisa menjawab apa-apa.

Aku terus saja menasehati ibu Aji agar mau menyekolahkan anaknya. Tapi sayang, orang tua Aji menolak mentah-mentah nasihat dariku. Aku tidak menyangka, ternyata masih ada saja orang tua yang berpikiran bahwa bekerja  jauh lebih penting daripada sekolah. Akupun berusaha untuk memaklumi, mungkin saja dulu orang tua Aji juga tidak mengenyam bangku pendidikan. Sehingga pemikirannya soal pendidikan masih terlalu dangkal. Bagaimana bisa beliau mengatakan bahwa pendidikan tidak bisa menjamin apa-apa? Setidaknya dengan adanya pendidikan, orang-orang bisa berpikir lebih maju.

Lagipula, sekarang ini sekolah sudah di gratiskan oleh pemerintah. Pemerintah juga sudah menyiapkan beasiswa untuk anak-anak kurang mampu seperti aji ini. lalu apalagi yang membuat ibunya tidak mau menyekolahkan Aji?

Karena hari sudah semakin larut, akupun berpamitan dan  memutuskan untuk kembali ke rumah. Sepanjang perjalanan aku masih saja kepikiran tentang Aji. Awalnya kupikir, hanya didaerah-daerah terpencil saja yang masih banyak anak-anak yang tertinggal pendidikan. Ternyata di kota seperti ini masih ada saja anak-anak yang harus rela tidak bisa sekolah hanya karena keterbatasan ekonomi.

Aku tahu sebenarnya pemerintah juga sudah melakukan segala cara agar bisa menghasilkan pendidikan yang bermutu. Berusaha mengutamakan masyarakatnya agar bisa sejahtera, khususnya sejahtera dalam bidang pendidikan. Sekarang sekolah sudah di gratiskan, dan itu adalah salah satu bukti bahwa sebenarnya pemerintah juga sudah berusaha. Hanya saja, mungkin masih ada penanganan yang kurang efektif sehingga mungkin butuh waktu yang sangat lama untuk bisa mencapai pendidikan maju seperti yang diinginkan selama ini.

Kita pun sebagai masyarakat jangan teralu sering menyalahkan kinerja pemerintah. Mengharuskan pemerintah untuk melakukan ini-itu. Harus merubah cara kerja agar sesuai dengan keinginan masyarakatnya. Tapi tanpa kita sadari, harusnya pola pikir masyarakatnya juga di rubah. Andai saja masyarakatnya bisa berpikir sedikit lebih maju, pasti tidak akan ada anak-anak seperti Aji yang tidak bisa merasakan dunia pendidikan.

                                                                ***

Keesokan harinya, aku menceritakan soal pertemuan singkatku dengan Aji. Aku menceritakan semuanya kepada temanku. Untungnya dia adalah salah satu perangkat desa yang berperan penting di sekitar daerah tempat tinggal Aji. Ia sangat menyayangkan atas apa yang sudah terjadi kepada Aji. Aku berharap semoga saja dia bisa membantu Aji untuk bisa bersekolah. Ia mengajakku untuk berkunjung kerumah Aji. Katanya untuk meyakinkan bahwa apa yang aku katakan itu benar atau tidak.

Setelah sampai dirumah Aji, kami pun langsung dipersilahkan masuk. Awalnya, ibu Aji tampak terkejut dengan kedatangan kami. Namun, setelah menyampaikan maksud dan tujuan kami datang kerumahnya, kini ia sudah tampak biasa saja.

Pertemuan kami pun berlangsung dengan obrolan-obrolan seputar Aji. Temanku berusaha membuka pikiran ibu Aji tentang betapa pentingnya pendidikan sekarang ini. setelah menjelaskannya, tiba-tiba saja ucapan temanku yang selanjutnya  langsung membuatku membelalakkan mata.

“ Insyaallah kami akan membantu Aji agar bisa bersekolah. Setiap bulan Aji akan mendapatkan bantuan berupa uang untuk keperluan-keperluan sekolah. kalau soal perlengkapan sekolah, nanti akan kami bantu juga. Yang penting Aji-nya mau bersekolah dengan sungguh-sungguh”. Aku tidak menyangka responnya akan secepat ini.

Sontak saja aku langsung memandang wajah kecil Aji. Andai saja pertemuanku dengan Aji bisa lebih cepat dari ini. pasti Aji bisa bersekolah tepat waktu sesuai umurnya. Namun, lagi-lagi aku kembali bersyukur karena Allah sudah memberikan jalan untuk Aji. Tidak ada kata terlambat bukan?

Terpancar semburat kebahagiaan di wajah Aji. Ia tersenyum kecil ke arahku. Matanya langsung berkaca-kaca seakan-akan air mata yang akan jatuh itu adalah air mata kebahagiaannya.

“gimana Aji? Kamu mau sekolah kan?” tanyaku meyakinkan. Walaupun sebenarnya aku sudah tau jawabannya pasti ‘mau’.

“mau kak. Aku mau” jawabnya sambil menganggukan kepalanya berkali-kali.

Entah angin darimana, ibu Aji pun seperti terbuka pikirannya. Ia menyetujui keinginan Aji untuk bisa bersekolah. ia tampak bahagia mendengar bahwa Aji bisa sekolah secara gratis.

Aku tahu bahwa setiap orang tua pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Namun, terkadang orang tua seringkali lupa bahwa apa yang terbaik bagi orang tua, belum tentu yang terbaik pula untuk anak-anaknya.

“kak, makasih banyak ya udah bantu Aji. Aji pengen banget bisa jadi orang baik kayak kakak”

“sama-sama Aji. Kakak malah ingin jadi seperti kamu yang tetap sabar menjalani semua kehidupan dengan baik walaupun takdir gak sesuai sama yang kamu inginkan. Di umur sekecil ini aji mau jualan kerupuk buat ngebantu ibu. Tapi, kita cukup jadi diri sendiri saja. Aji tetaplah Aji, begitu juga dengan kakak. Aji harus bangga sama diri Aji sendiri ya. Enggak semua anak bisa setegar Aji” Bahagia sekali rasanya bisa membantu Aji. Menolongnya agar bisa mencapai keinginan terpendamnya, yaitu bisa bersekolah.

Pendidikan sangat berperan penting dalam kehidupan setiap orang. Di sekolah kita bisa mendapatkan banyak pembelajaran yang tidak bisa kita dapatkan di tempat lain. tempat dimana kita bisa menemukan jati diri, belajar bertanggung jawab, bersosialisasi. Dan yang pasti kita juga akan mendapatkan ilmu yang suatu saat nanti pasti akan sangat berguna bagi diri sendiri maupun orang lain. jadi jika masih ada orang-orang yang memandang pendidikan sebelah mata, bantu mereka untuk bisa berpikir lebih cerdas lagi, buka pikiran mereka bahwa pendidikan itu sangat dibutuhkan. Pendidikan bukan suatu hal yang bisa di remehkan.

Semua hal yang menyangkut dengan pendidikan itu penting. Semoga saja pemerintah dan masyarakat mau bekerja sama dalam mewujudkan pendidikan yang maju dan beradab. Dan semoga pendidikan di seluruh daerah di indonesia bisa lebih merata baik di kota maupun di daerah pedalaman.

                                                            Selesai

"Kisah Tanalin"

 

Terkadang, hidup memang tidak selalu sejalan dengan apa yang kita harapkan dan impikan. Adakalanya hidup yang kita jalani kadang terasa sulit. Ingin menyerah namun masih banyak hal yang pantas untuk di perjuangkan. Di moment-moment  tertentu mungkin kita juga pernah mengalami saat-saat dimana kita merasa bahwa kita adalah manusia paling beruntung di bumi ini, merasa bahwa tuhan benar-benar baik. Memberi kebahagiaan dan banyak cinta untuk kita. Beginilah kehidupan, merasa bahagia dan sedih dalam satu waktu. Hidup mengajarkan kita banyak hal. Mulai dari pahit manisnya yang harus kita cicipi satu persatu, jatuh bangunnya yang selalu menuntut kita untuk tetap berdiri tegak apapun rintangannya.

Namaku Tanalin, hidup selama 15 tahun mengharuskanku untuk selalu bersyukur karena tuhan benar-benar baik telah memberikanku kesempatan untuk merasakan banyak sekali kebahagiaan di bumi ini. namun, belakangan ini aku merasa bahwa tuhan sudah tidak mau lagi memihak kepadaku. Semua yang terjadi di dalam hidupku terasa sangat menyakitkan. Berawal dari perceraian kedua orangtuaku 2 bulan yang lalu. Pernah sekali aku bertanya pada ibu apa yang membuatnya ingin berpisah dari ayah, dan ibu hanya menjawab.

“ayah dan ibu sudah tidak cocok lagi. Makanya harus pisah. Ayah melakukan kesalahan yang benar-benar membuat ibu menyerah”. Ucap ibu dengan mata yang berkaca-kaca waktu itu. Sejujurnya aku memang tidak mengerti apa yang telah diperbuat oleh ayah sampai-sampai ibu meminta cerai. Tapi, aku merasa apa yang telah dilakukan ayah memang benar-benar membuat ibu kecewa.

Perpisahan keduanya mengharuskan aku dan kedua adikku berpisah. Aku terpaksa harus tinggal dengan ayah, sedangkan kedua adikku di bawa pergi oleh ibu yang saat ini aku tidak tau lagi dimana keberadaannya. Satu hal yang aku ingat waktu itu, ibu sempat mengatakan bahwa ia akan pindah ke rumah eyang di Jogja.

Kini, 1 tahun sudah ibu meninggalkanku. Jujur aku sangat merindukan ibu. Bukannya aku tidak suka tinggal dengan ayah. Namun, ada beberapa hal yang tidak bisa ayah lakukan sebaik ibu. Aku benar-benar merindukan keluarga yang utuh seperti dulu.

Beberapa bulan kemudian, hal yang aku takutkan terjadi. Ayah mulai sering membawa wanita lain kerumah. Ayah bilang wanita itu adalah calon ibu baru untukku. Sungguh, aku benar-benar tidak menginginkan hal ini. aku takut setelah ini ayah berubah, aku takut ayah lebih mementingkan wanita itu daripada aku. Dan satu hal lagi, aku tidak ingin ada orang lain yang menggantikan posisi ibuku dirumah ini. tapi, ayah sama sekali tidak mau mendengar ucapanku. Ayah selalu mengatakan hal-hal yang sama sekali tidak mau aku dengar.

“kamu tenang aja tan, wanita itu baik kok. Dia akan mengurusmu, memasakanmu makanan enak dan mengajakmu jalan-jalan” rayu ayah kepadaku.

Tanpa mendengar penolakan dariku, akhirnya ayah tetap melangsungkan pernikahannya  dengan wanita yang sekarang sudah menjadi ibu tiriku. Ia sudah mulai tinggal bersama kami. Dan kalian tahu? Ternyata wanita ini memiiki seorang anak laki-laki dari mantan suaminya dulu dan sepertinya umur anak ini lebih muda dariku. 

Sehari dua hari menjalani kehidupan dengan keluarga baru, semuanya tampak biasa saja. Awalnya kukira ibu tiriku ini baik, tidak seperti sosok ibu tiri menyeramkan seperti yang orang-orang katakan. Lambat laun, semuanya mulai terlihat, aku merasa perlakuannya padaku mulai berubah. Setiap kali berhadapan denganku, ekspresi wajahnya selalu memperlihatkan seperti tidak menyukaiku. Ia juga mulai memperlihatkan sifat pilih kasihnya padaku. Setiap libur sekolah ibu tiriku selalu membawa anaknya berjalan-jalan, sedangkan aku hanya berdiam diri dirumah. Tak jarang pula tanpa rasa bersalah ia menyuruhku untuk membereskan pekerjaan rumah yang belum sempat ia selesaikan. Dan parahnya lagi, ayahku seperti tidak mempermasalahkan perlakuan ibu tiriku terhadapku. Ayahku seperti sudah tertutup mata dan hatinya oleh semua sikap manis yang wanita itu berikan.  Bahkan pernah sekali, ibu tiriku menjelek-jelekkanku didepan ayahku dan yang membuatku sangat terpukul, ayahku malah memarahiku habis-habisan, ayah begitu mudahnya mempercayai semua yang wanita itu katakan. Kadang aku suka berpikir ingin kabur dari rumah pergi sejauh-jauhnya dari tempat ini.atau mungkin aku bisa pergi menemui ibu di Jogja. Ibu pernah membawaku kesana saat liburan akhir tahun untuk menemui eyang, jadi sedikit banyaknya aku masih ingat jalan untuk menuju kesana.  Namun, sekali lagi aku mencoba meyakinkan diri bahwa masih ada tanggung jawabku disini yaitu sekolah dengan benar dan bisa melanjutkan pendidikan sampai ke perguruan tinggi. Itulah impianku.

Setelah kerja kerasku dan kesungguhanku dalam belajar, akhirnya aku bisa lulus dengan nilai yang memuaskan. Dan yang paling membanggakan aku diterima di salah satu universitas favorit yang sejak dulu aku impikan. Namun ucapan ayah saat itu benar-benar membuatku jatuh sejatuh-jatuhnya.

“tan, sepertinya kamu gak bisa lanjut ke perguruan tinggi”

“loh, kenapa yah? Selama ini tana sudah sungguh-sungguh. Tana belajar mati-matian supaya bisa masuk universitas” ucapku syok. Tak terasa aku mulai menangis. Bisa dibayangkan betapa kecewanya aku terhadap ayah. Disaat dunia perkuliahan sudah didepan mata, ayah tega menghancurkan semuanya. Membunuh semua harapan yang sudah aku bayangkan jauh-jauh hari.

“adik tirimu mau masuk SMA yang ada asramanya jadi tabungan ayah tidak cukup kalau harus membiayai kalian berdua. Sekolah asrama kan mahal tan” ucap ayah terlihat putus asa.

“ayah dengan mudahnya menuruti kemauan anak itu. Lagian dia masih SMA yah, kenapa harus memilih sekolah yang terlalu mahal. Aku ini anak ayah, anak kandung ayah!” bentakku.

Aku semakin menangis sejadi-jadinya, meneriaki ayahku sampai tenggorokanku sakit rasanya. Tapi aku tidak peduli, hatiku jauh lebih sakit. Bagaiman bisa ayah lebih memilih anak tirinya dibandingkan aku?

Tanpa berpikir panjang, aku langsung mengemasi barang-barangku. Ya, satu-satunya pilihanku adalah menemui ibu di jogja. Kuhitung uang tabunganku selama ini semuanya ada sekitar 500.000 rupiah. Padahal uang ini adalah tabungan untuk keperluan kuliahku nanti. Tapi apa mau dikata, rencanaku untuk bisa kuliah sudah pupus. Kulangkahkan kaki keluar dari kamarku untuk segera menuju terminal. Kulihat wajah ayah sejenak, mungkin bisa kutebak ayah sangat merasa bersalah kepadaku karena ia tidak bisa menepati janjinya untuk bisa menyekolahkanku sampai ke perguruan tinggi. Berkali-kali ayah memanggilku

“tan..tan kamu mau kemana? tolong mengertilah posisi ayah sekarang ini. tunggulah sampai adikmu tamat SMA ya” mohon ayah padaku. Mendengar ucapan ayah, kuputuskan untuk berhenti sejenak dan membalikkan badanku untuk menghadap ayah.

“apa selama ini tana kurang mengerti ayah? Ayah selalu mengutamakan anak itu dibanding tana. Kadang tana bingung, siapa sebenarnya anak kandung ayah? Tana atau anak itu. Bahkan ayah selalu memarahi tana tanpa alasan yang jelas. Ayah lebih mendengarkan ucapan wanita itu dibanding tana” sambil menangis aku terus mengeluarkan apa yang selama ini aku pendam. Aku berharap semoga setelah ini ayahku bisa lebih terbuka lagi pikirannya bahwa selama ini, ibu tiriku lah yang memulai semua permasalahan dirumah ini.

Sepanjang ucapanku, ayahku hanya bisa tertunduk dan diam. Seperti memikirkan sesuatu. Setelah kutarikkan nafas panjang, kuputuskan untuk kembali melangkahkan kaki meninggalkan rumah ayah.

“tan.. ayah mohon jangan pergi”

“oh  satu lagi yah, jangan pernah menyebut anak itu adalah adik tana karena dia bukan adikku” ucapku sambil menunjuk wajah adik tiriku. Bagaimana bisa dia memasang wajah santainya disaat seperti ini? dasar anak dan ibu sama-sama licik.

Setelah sekitar  satu setengah jam perjalananku, akhirnya aku sudah duduk didalam mobil bus yang akan membawaku ke tempat ibu dan adikku tinggal. Mungkin aku membutuhkan beberapa jam untuk bisa sampai disana. Ini adalah pertama kalinya aku pergi menggunakan bus sendirian. Dulu, selalu ada ibu dan ayah disampingku. Setelah sekian lama aku tidak pernah lagi bepergian menggunakan bus akhirnya hari ini aku menaiki bus. Walaupun ada yang berbeda, yaitu kali ini aku sendirian. Tanpa ayah dan ibu pastinya. Sepanjang perjalanan aku terus saja kepikiran apa yang akan terjadi kepada ayah setelah kejadian tadi? Apakah ia menyesal? Apa mungkin ia menyadari semua perilaku ibu tiriku itu? Entahlah. Mungkin saat ini ibu tiriku sedang tersenyum bahagia mengingat detik-detik kehancuranku tadi.

Aku juga memikirkan ibu. Bagaimana kira-kira reaksinya nanti saat melihatku berdiri didepan rumah eyang?. Setelah bertahun-tahun tidak bertemu ibu, apakah ibu semakin bertambah tua? Ibu aku benar-benar merindukan ibu, apakah ibu juga merindukanku? Hah, air mataku mengalir lagi. Memikirkan ibu selalu mampu membuatku mengeluarkan air mata. Tapi, aku rasa kali ini air mata yang jatuh adalah air mata bahagia karena sebentar lagi aku akan bertemu dengan sosok yang selama ini benar-benar aku rindukan.

Setelah perjalanan dari Jawa timur ke Sleman,Yogyakarta kutempuh. Akhirnya sampailah aku disini, di depan rumah eyang. Kulihat rumah eyang masih sama seperti yang kulihat terakhir kali.  masih terasa nyaman,banyak tanaman-tanaman hijau didepannya yang sangat memanjakan mata. Dan tiba-tiba saja aku melihat Ahza dan Afrin disana. Mereka adalah adikku. Ibu benar-benar mengurus mereka dengan baik. Terlihat dari pertumbuhan mereka yang semakin tinggi dan sehat. Tanpa menunda lagi aku segera berlari menghampiri mereka berdua.

“Ahza..Afrin..”panggilku pelan

Mereka pun menoleh,menatapku agak lama lalu menghambur ke pelukanku.

“kak tana, kami kangen kakak”ucapan mereka lagi-lagi membuatku menangis, aku benar-benar merindukan suara mereka. Tanpa kusadari sedari tadi ibu menatapku dengan mata yang berkaca-kaca dengan senyuman kecil yang tercetak di bibirnya. Setelah melepaskan pelukan kedua adikku, langsung saja aku memeluk ibuku dengan erat. Tidak peduli apakah saat ini ibu sesak napas karena pelukanku terlalu erat. Aku hanya ingin ibu tau bahwa aku sangat merindukannya.

“tana kok bisa ada disini nak? Dimana ayah?” tanya ibuku sedikit panik.

Akhirnya ibu memutuskan untuk mendengar semua ceritaku.ibu menuntunku untuk masuk ke dalam rumah eyang. Ibu juga membuatkan segelas teh hangat untukku. Setelah menyesap sedikit teh hangatku, akhirnya aku menceritakan semua yang terjadi padaku. Mendengar ceritaku ibu malah menangis sesenggukan katanya ibu sangat menyesal telah meninggalkanku.

“ibu salah, ibu enggak pernah ninggalin tana. Ibu selalu ada di hati tana. Tana sadar mungkin memang inilah jalan yang harus keluarga kita tempuh. Tana gak pernah menyalahkan ibu dan ayah. Perceraian mungkin emang jalan terbaik buat ibu dan ayah. Dan tana minta maaf kalau selama ini tana belum bisa jadi anak yang baik”

“ibu yang harusnya minta maaf karena tidak bisa menyekolahkan tana sampai ke perguruan tinggi, maaf karena kuliahmu harus tertunda. Ibu janji tahun depan kamu pasti bisa kuliah nak. Ibu janji”

“gak papa kok bu kalo tana gak kuliah, yang penting tana udah bareng sama ibu dan adik-adik. Oiya, tana juga bisa bantu ibu berkebun kan” Ibu hanya tersenyum sambil mengelus-elus puncak kepalaku. Walaupun masih ada sedikit rasa kecewa karena tidak bisa melanjutkan sekolah sampai ke universitas. Tapi aku tetap bahagia bisa bertemu ibu lagi. Toh, masih ada tahun depan untuk melanjutkan pendidikanku ke universitas.

Selama tinggal di Jogja ternyata ibu lebih memilih berkebun, mulai dari menanam sayuran dan lain-lain. dan penghasilan yang didapatkan ibu juga sudah cukup untuk menghidupi kami. Aku juga sangat senang karena aku juga bisa membantu menambah penghasilan dengan bekerja paruh waktu disebuah warung nasi yang tidak jauh dari rumah. Setiap kali pulang kerja aku selalu menyempatkan diri untuk bisa membantu ibu dikebun.

Tak terasa penerimaan mahasiswa baru pun dimulai. Syukurlah aku diterima di salah satu universitas ternama yang ada di Jogja. Ibu sangat gembira saat aku pulang sambil membawa kabar gembira tersebut. Kerja kerasku dan ibu selama ini tidak sia-sia. Akhirnya aku bisa kuliah. Terimakasih juga tuhan karena sudah membuat skenario sehebat ini untukku. Berkat campur tangan engkau semuanya menjadi sebahagia ini.

Fokus Pada Satu Hal

       Kemarin ketika saya mencoba untuk beristirahat pada malam hari, tiba-tiba saja saya terlintas ingin membuka usaha kecil-kecilan thr...